BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyakit
Leptospirosis tersebar luas di seluruh
dunia, muncul di daerah perkotaan dan pedesaan baik di Negara maju maupun
Negara berkembang kecuali daerah kutub. Penyakit ini dapat terjadi sebagai
resiko pekerjaan (occupational hazard)
menyerang petani padi dan tebu, pekerja tambang, dokter hewan, peternak,
peternak sapi perah, pekerja yang bekerja di pemotongan hewan, nelayan dan
tentara ( Chin,J. 2000 ).
Leptospirosis
merupakan penyakit demam akut dengan manifestasi klinis bervariasi, disebabkan
oleh Leptospira. Leptospirosis hingga
kini masih merupakan masalah kesehatan global terutama di Negara tropis seperti
Indonesia. Leptospirosis termasuk emerging
infectious diseases dan akhir-akhir ini sering terjadi outbreaks di Nicaragua, Brasil, India, negara-negara Asia Tenggara
juga Amerika. Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit ini adalah
diagnosisnya sering terlambat serta progresivitas penyakit yang sepenuhnya
belum diketahui.
Berbagai
faktor yang ikut menentukan progresivitas leptospirosis adalah: Faktor
eksternal antara lain virulensi Leptospira, sedangkan factor internal adalah:
status imun penderita. Faktor yang ikut menentukan progresivitas leptospirosis
antara lain: hemolisin, lipopolisakarida, glikoprotein, lipoprotein,
peptidoglikan, heat shock proteiuhuns,
dan flagellin. Gen hemolisin SphH dari L.
interigans strain HY-1 juga ikut berperan dalam pengendalian progresivitas
leptospirosis. Leptospira yang mengalami lisis akibat aktivitas immunoglobulin
maupun komplemen dapat menginduksi sekresi enzim, toksin, dan sitokin (IL-1,
IL-6, IL-8, TNFa) yang kemudian ikut menentukan derajat berat manifestasi
klinis (Sachro, 2002).
B. Tujuan
1. Mengetahui
apa Pengertian Leptospirosis
2. Mengetahui
apa penyebab timbulnya Leptospirosis
3. Mengetahui
bagaimana pencegahan terhadap Leptospirosis
C. Ruang Lingkup
Makalah
Leptospirosis ini merupakan ruang lingkup Mikrobiologi.
D. Manfaat
Hasil dari
makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penyakit
leptospirosis .
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Leptospirosis
Leptospirosis atau disebut sebagai Penyakit Weil, Demam Canicola,Ikterus
Hemoragika, Demam Lumpur, dan Penyakit Swineherd.
Kelompok penyakit
zoonesis yang disebabkan oleh bakteri dengan manifestasi
berubah-ubah. Ciri-ciri yang umum adalah demam dengan serangan tiba-tiba, sakit
kepala, menggigil, mialgia berat (betis dan kaki) dan merah pada conjuctiva. Manifestasi lain yang
mungkin muncul adalah demam diphasic,
meningitis, ruam (palatal exanthem),
anemia hemolytic, pendarahan di dalam kulit dan selaput lendir, gatal hepatorenol, gangguan mental dan
depresi, myocarditis dan radang paru-paru dengan atau tanpa hemopthisis. Di
daerah yang endemis leptospirosis, mayoritas infeksi tidak jelas secara klinis atau terlalu
ringan untuk didiagnosa secara pasti. Kasus sering didiagnosa salah sebagai meningitis,
ecefalitis atau influenza, bukti serologis adanya infeksi leptospira ditemukan diantara 10% kasus meningitis dan encephalitis yang tidak terdiagnosa
( Chin,J. 2000 ).
Leptospirosis adalah suatu penyakit
infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan bisa menyerang manusia dan hewan.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia ( Yatim, F. 2007 ).
B. Leptospira
Leptospira
merupakan kuman bentuk spiral halus, ujung sel kuman
bengkok, bergerak aktif dan berukuran 6-20um x 0,1 um. Morfologi tersebut dapat
dilihat setelah diberikan pewarnaan Burri,
Fontana Tribondeau, Becker Krantz atau Giemsa. Gerak kuman dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
lapangan gelap. Bersifat aerob obligat dengan suhu pertumbuhan antara 28-30⁰C.
Untuk pertumbuhannya diperlukan perbenihan yang mengandung serum kelinci 10%. Leptospira dapat dibiakkan pada selaput
Korioalantois. Pembenihan yang banyak digunakan dalam leptospira antara lain perbenihan Vervoort, Noguchi, Fletcher dan Cox.
Leptospira dapat tahan lama dalam air
terutama dalam pH alkali. Secara garis besar leptospira dapat dibagi menjadi
dua spesies, yaitu Leptospira interrogans
yang patogen dan Leptospira biflexa
yang bersifat saprofit, yang terutama ditemukan pada permukaan air tawar,
jarang ditemukan pada air laut dan jarang ada kaitannya dengan infeksi pada
mamalia. Spesies yang patogen dibagi dalam 16 serogrup dimana tercakup 150
serotip (serovar). Dari banyak strain
Leptospira dapat dikstraksi lipopolisakarida yang memiliki reaktivitas grup.
C.
Penyebab
Leptospirosis
Penyebab
penyakit adalah Leptospira, anggota
dari ordo Spirochaetales. Leptospira yang menularkan penyakit
termasuk ke dalam spesies Leptospira
interregans, yang dibagi lagi menjadi berbagai serovarian. Lebih dari 200
serovarian telah diketahui, dan semuanya terbagi dalam 23 kelompok (serogroup)
yang didasarkan pada keterkaitan serologis. Perubahan penting dalam penamaan
(nomenklatur) leptospira sedang dibuat didasarkan atas keterkaitan DNA.
Serovarian yang umum ditemukan di AS adalah Icterohaemorrhagiae,
canicola, autumnalis, hebdomidis, australis dan pomona. Inggris, New Zeland dan Australia, infeksi L. Interrogans serovarian hardjo paling sering terjadi pada
manusia yang kontak dekat dengan peternakan yang terinfeksi.
Hewan
peliharaan dan binatang liar, serovarian
berbeda-beda pada setiap hewan yang terinfeksi. Khususnya tikus besar (ichterohemorrhagiae), babi (pomona), lembu (hardjo), anjing (canicola),
dan raccoon (autumnalis) di AS, babi
terbukti menjadi tempat hidup bratislava, sedangkan di Eropa badger sejenis
mamalia karnivora juga dilaporkan sebagai reservoir. Ada banyak hewan lain yang
dapat menjadi hospes alternative,
biasannya berperan sebagai carrier dalam waktu singkat. Hewan-hewan tersebut
adalah binatang pengerat laut, rusa,tupai, rubah, raccoon, mamalia laut (singa
laut). Serovarian yang menginfeksi reptile dan amfibi belum terbukti dapat
menginfeksi mamalia, namun di Babardos dan Trinidad dicurigai telah menginfeksi
manusia. Pada binatang carrier terjadi infeksi asimtomatik, leptospira ada
dua di dalam tubulus renalis binatang tersebut sehingga terjadi leptospiruria seumur hidup binatang
tersebut.
D.
Cara
Penularan
Penularan penyakit Leptospirosis melalui kontak pada kulit, khususnya apabila terluka atau
kontak selaput lendir dengan air, tanah basah atau tanaman, khususnya tanaman tebu yang
terkontaminasi dengan hewan terinfeksi, berenang, luka yang terjadi karena
kecelakaan kerja, kontak lansung dengan urin atau jaringan tubuh hewan yang
terinfeksi, kadang melalui droplet
dari cairan yang terkontaminasi. Masa inkubasi biasanya 10 hari, dengan rentang 4-19 hari.
Penularan langsung dari orang ke orang sangat jarang terjadi. Leptospira dapat dikeluarkan biasanya
dalam waktu 1 bulan, tetapi leptospiruria
telah ditemukan pada manusia dan hewan dalam waktu 11 bulan setelah menderita
penyakit akut. Pada umumnya orang rentan kekebalan timbul terhadap serovarian
tertentu yang disebabkan oleh infeksi alamiah atau (kadang-kadang) setelah
pemberian imunisasi tetapi kekebalan ini belum tentu dapat melindungi orang
dari infeksi serovarian yang berbeda.
E. Gejala Leptospirosis
Gejala
klinis berlangsung selama beberapa hari sampai 3 minggu atau lebih.
Setelah melewati masa tunas antara 10-12 hari, penderita dapat terkena demam
mendadak dan mengigil, sakit perut dan muntah-muntah. Penderita mengeluh sakit
otot, sakit kepala hebat dan epistaksis, mungkin dapat ditemukan
konjungtivitis. Hati dapat membengkak, pada 50 % dari kasus ijumpai ikterus
pada hari ke-5. Pada hepatitis karena leptospira
ini sering kali disertai dengan peningkatan serum kreatin fosfokinase (pada
hepatitis virus kadarnya normal). Pada minggu pertama sakit, leptospira dapat
dijumpai di seluruh tubuh penderita, hal ini dapat dibuktikan dengan cara
inokulasi darah penderita pada marmot. Pada minggu ke-2 leptospira mulai menyerang ginjal dan pada akhir minggu ke-2 dapat
ditemukan dalam urin. Leptospira dalam
urin dapat dijumpai pada hari ke-40. Kerusakan pada ginjal dapat menyebabkan
gagal ginjal dan berakibat fatal, mungkin perlu dianalisis. Jika susunan syaraf
pusat terkena, dapat menimbulkan timbulnya gejala meningitis atau ensefalitis.
F.
Diagnosa
Leptospirosis
Jenis leptospira yang berbeda sehingga tes
serologi harus menggunakan panel yang khusus untuk mendiagnosa leptospira di suatu daerah tertentu.
Kesulitan dalam mendiaknosa penyakit ini menyulitkan upaya pemberantasan
sehingga sering menyebabkan peningkatan angka kematian karena penderita
cenderung menjadi berat karena tidak dilakukan diagnosa dan pengobatan yang
tepat. Untuk bahan pemeriksaan yang berupa darah dan
likuor serebrospinalis, leptospira dapat ditemukan pada minggu
sakit yang pertama. Leptospira dapat
ditemukan dalam urin mulai akhir minggu pertama sampai hari ke-40.
Pemeriksaan serologi sangat penting
untuk diagnosis leptospirosis. Pada umumnya antibodi baru ditemukan setelah
hari ke-7 atau ke-10. Titernya akan selalu meningkat dan akan mencapai
puncaknya pada minggu sakit yang ke-3 atau ke-4, namun hasil tes serologi
bergantung kepada jumlah strain leptospira yang di pergunakan untuk memeriksa
serum penderita. Titernya dimulai dari 1/10.000ke atas. Untuk tes serologi ini
dapat digunakan cara aglutinasi mikroskopis atau makroskopis, atau tes
hemaglutinasi. Imunitas yang timbul setelah infeksi bersifat spesies spesifik
terhadap serotip tertentu. Imunitas akan menetap bertahun-tahun.
G.
Cara
Pencegahan
Berbagai cara dapat dilakukan untuk
mencegah penularan penyakit Leptospirosis yaitu
:
1. Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan
a.
Beri penyuluhan kepada
masyarakat tentang cara-cara penularan penyakit ini. Jangan berenang atau
menyeberangi sungai yang airnya diduga tercemar oleh leptospira, dan gunakan alat-alat pelindung yang diperlukan apabila
harus bekerja pada perairan yang tercemar.
b.
Lindungi para pekerja yang
bekerja di daerah yang tercemar dengan perlindungan secukupnya dengan
menyediakan sepatu boot, sarung tangan dan apron.
c.
Kenali tanah dan air yang
berpontesi terkontaminasi dan keringkan air tersebut jika kemungkinan.
d.
Berantas hewan-hewan
pengerat dari lingkungan pemukiman terutama di pedesaan dan tempat-tempat
rekreasi. Bakar ladang tebu sebelum panen.
e.
Pisahkan hewan peliharaan
yang terinfeksi; cegah kontaminasi pada lingkungan manusia, tempat kerja dan
tempat rekreasi oleh urin oleh urin hewan yang terinfeksi.
f.
Pemberian imunisasi kepada
hewan ternak dan binatang peliharaan dapat mencegah timbulnya penyakit, tetapi
tidak mencegah terjadinya infeksi leptospiruria.
Vaksin harus mengandung strain domain dari leptospira di daerah itu.
g.
Imunisasi diberikan kepada
orang yang karena pekerjaannya terpajan dengan leptospira jenis serovarian
tertentu, hal ini dilakukan di Jepang, Cina, Itali, Spanyol, Perancis, dan
Israel.
h.
Doxycycline
telah terbukti efektif untuk mencegah leptospirosis pada
anggota militer dengan memberikan dosis oral 200mg seminggu sekali selama masa
penularan di Panama.
2. Pengawasan
penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
a.
Laporan kepada instansi
kesehatan setempat: pelaporan kasus diwajibkan di banyak negara bagian (AS) dan
negara lain di dunia, klasifikasi 2B (lihat tentang laporan penyakit menular).
b.
Isolasi: tindakan
kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh.
c.
Disinfeksi serentak:
dilakukan terhadap benda yang tercemar dengan urin.
d.
Karantina: tidak dilakukan.
e.
Imunisasi terhadap kontak: tidak
dilakukan.
f.
Investigasi orang-orang yang
kontak dan sumber infeksi: selidiki adanya hewan-hewan yang terinfeksi dan air
yang terkontaminasi.
g.
Pengobatan spesifik:
penisilin, cephalosporin lincomycin
dan erythromycin menghambat
pertumbuhan leptospira invitro. Doxycyline
dan penisilin G dikatakan terbukti masih efektif dalam percobaan Double Blind Placebo Controlled trials penisilin
G dan amoksisilin terbukti masih efektif walaupun diberikan dalam 7 hari sakit.
Namun pengobatan yang tepat dan sedini mungkin sangatlah penting. Belakangan
setelah dilakukan telah secara sistematik terhadap berbagai uji coba randomized control trials terhadap
berbagai antibiotika dapat menurunkan angka kematian leptospirosis. Namun
pengobatan yang tepat dan cepat (< 5 hari sakit), dapat mengurangi lamanya
perawatan di rumah sakit. Penisilin (1,2gr benzyl
penicillin IV atau IM setiap 4-6 jam) cukup efektif untuk kasus berat
walaupun diberikan 7 hari sakit.
3. Penanggulangan
wabah
Mencari
sumber infeksi seperti kolam renang yang terkontaminasi dan sumbe air
lainnya;menghilangkan kontaminasi atau melarang penggunaannya. Menyelidiki
sumber penyakit dan lingkungan pekerjaan, termasuk mereka yang kontak langsung
dengan hewan.
4. Implikasi
bencana
Potensi
untuk terjadi penularan dan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada saat terjadi banjir
yang menggenangi daerah sekitarnya.
5. Tindakan
internasional
Manfaatkan
pusat kerjasama World Health Organization (WHO).